Jumlah pelanggan telepon dari 11 operator yang ada di Indonesia, yang sebanyak (akan di atas) 200 juta pada 2010, sudah pasti adalah angka terbesar dibandingkan dengan jumlah pelanggan, pemakai, atau nasabah industri apa pun yang ada di negeri ini.Tidak aneh bila di antara jumlah yang besar tersebut, banyak yang mencoba memanfaatkan kelengahan atau ketidakmengertian pelanggan lainnya dengan berbagai modus penipuan, utamanya melalui SMS. Praktis tidak ada petunjuk dari operator untuk sekadar mengurangi cara penipuan yang menggunakan fasilitasnya tersebut. Masyarakat pun agaknya pasrah dan paling-paling curhat melalui media cetak tentang kesialannya sebagai korban penipuan SMS. Sedikit berbagi, barangkali tulisan ini dapat membantu puluhan juta pemakai seluler mengenali sistem penomoran dari benda yang setiap saat dibawanya tersebut, sehingga lebih waspada terhadap upaya penipuan yang tiap saat mengintai.
Apa dampaknya?
Pertama adalah pengenalan masyarakat terhadap sistem penomoran yang baku dan berlaku. Dengan menyebutkan atau menuliskan nomor ponsel dengan penggalan yang benar, orang lain akan langsung mengetahui operator mana yang digunakan (calon) lawan bicaranya, sehingga memungkinkan diperoleh tarif bicara yang lebih murah atau kemasan promosi yang menarik dan kompetitif. Kedua, dengan mengenali kode operator secara utuh, sekaligus kita mewaspadai bahwa adalah suatu kejanggalan bila mendeteksi nomor pengirim SMS berhadiah yang mengaku dari suatu operator menggunakan nomor pengirim dari operator lainnya. Apalagi berbeda sistemnya, GSM atau CDMA. Relevansi yang menyangkut tanggung jawab operator adalah sejauh mana mereka sebagai penyelenggara jasa berlisensi juga peduli terhadap penyalahgunaan nomor-nomornya dalam upaya penipuan. Tidak dimungkiri bahwa pelanggan prabayar , yang jumlahnya sekitar 97 persen dari seluruh pemakai telepon seluler, sistem verifikasinya belum akurat (atau cenderung asal-asalan). Kalaupun si operator berkehendak menelusuri identitas pemegang nomor yang digunakan untuk berbagai modus tindak penipuan, akan tetap sulit dilakukan pelacakan nama dan alamat yang sesungguhnya. Operator Karena alasan privacy, karena ponsel bersifat personal, kita tak akan memperoleh handphone directory dari operator ponsel seperti halnya Buku Petunjuk Telepon yang diterbitkan Telkom setiap tahun. Meski demikian, tetaplah ada kewajiban operator seluler (atau asosiasinya) untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai banyak hal tentang produknya yang dijual kepada masyarakat luas. Cobalah diingat. Adakah saat ini kita telah mendapatkan imbauan dari operator agar tidak menelepon atau ber- SMS selagi mengemudi? Pernahkah operator menjelaskan bahaya sinyal elektromagnetik ponsel yang digunakan di area stasiun pengisian bahan bakar? Di era yang katanya perang tarif ini, di manakah kita bisa mendapatkan tabel tarif lengkap atau tarif antaroperator? Dan lain sebagainya. Kita amat mengimbau agar para operator seluler memulainya dengan hal yang sepele, melalui penerangan cara menyebutkan nomor HP secara baik dan benar, sehingga tidak ada lagi spanduk atau stasiun radio besar yang menulis atau menyebut nomor selulernya dengan kosong delapan satu, sekian-sekian- sekian-dan seterusnya , melainkan dengan benar menyebutnya kosong delapan sekian-sekian, satu-dua-tiga-empat- lima-enam-tujuh .
Iktikad operator mensosialisasi sesuatu yang tampak remeh tapi fundamental ini akan menyadarkan masyarakat tentang adanya trik penipuan yang mencampuradukkan identitas nomor HP mereka, sekaligus membangun tanggung jawab moral dan kredibilitas bisnis dari operator yang nomornya sering digunakan untuk menipu orang lain. Selain berguna untuk industri seluler, pada gilirannya para operator yang mampu melindungi pelanggannya dari penipuan, melayani dengan cepat dan tepat, serta memberikan informasi atas kelakuan pelanggan nakalnya, akan mendapat pencitraan positif dan apresiasi masyarakat luas.
Garuda Sugardo,
MANTAN DIREKTUR TELKOMSEL, INDOSAT, DAN TELKOM
MANTAN DIREKTUR TELKOMSEL, INDOSAT, DAN TELKOM